Aqiqah dalam Islam: Pengertian, Hukum, dan Syarat

Apakah aqiqah dalam Islam itu sama dengan ibadah qurban? Pertanyaan ini kerap ditanyakan oleh kebanyakan orang saat melaksanakan ibadah qurban maupun aqiqah.

Pasalnya, kedua ibadah ini memiliki kesamaan yakni menyembelih kambing. 

Lantas apa itu ibadah aqiqah dalam Islam? Apakah Aqiqah bisa dilaksankan di Hari Raya Idul Adha (Qurban) yang dilaksanakan setiap bulan Dzulhijjah? Apa saja syarat-syarat untuk melakasanakn aqiqah?

Nah, untuk informasi lebih lengkapnya simak penjelasan berikut ini mengenai ibadah aqiqah dalam Islam.

Pengertian Aqiqah dalam Islam

Pengertian Aqiqah dalam Islam

Apa itu aqiqah? Pengertian aqiqah yakni menyembelih hewan sesuai dengan syariat Islam, sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas bayi yang terlahir ke dunia. Aqiqah dilaksanakan dengan niat dan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Biasanya aqiqah dilaksanakan pada hari ke tujuh setelah bayi lahir. Namun ada juga yang melaksanakan aqiqah pada hari ke-14 atau ke-21 setelah sang buah hari baru lahir.

Sebelum Islam hadir, masyarakat Arab melaksanakan pengurbanan hewan saat bayi terlahir, terutama untuk anak laki-laki. Masyarakat Arab jahiliyah pada saat itu menyembelih kambing saat bayi baru lahir, kemudian kepala bayi dilumuri menggunakan darah kambing yang telah disembelih tersebut.

Ini seperti yang terdapat dalam riwayat hadist riwayat Abu Dawud, orang-orang pada masa jahiliyah menyembelih kambing dan melumuri kepala bayi dengan darah kambing yang telah disembelih. 

Setelah Allah SWT mendatangkan Islam, mereka menyembelih kambing, mencukur rambut sang bayi, dan melumurinya dengan wewangian.

“Dаhulu orang-orang раdа mаѕа jаhіlіуаh jіkа melakukan аԛіԛаh untuk ѕеоrаng bayi, mеrеkа mеlumurі kараѕ dеngаn dаrаh ‘аԛіԛаh, lаlu kеtіkа mеnсukur rаmbut ѕі bауі mereka mеlumurkаn раdа kepalanya” Rasulullah SAW bersabda, Gantilah darah itu dengan minyak wangi, Ibnu Habban dari ‘Aisyah RA.

Bagaimana hukum aqiqah?

hukum aqiqah dalam Islam

Apa hukum aqiqah dalam Islam wajib dilaksanakan? Pertanyaan ini mungkin kerap kali dimiliki oleh orang tua yang akan melaksanakan aqiqah. Beberapa ulama memiliki pendapat yang berbeda dalam menetapkan hukum pelaksanaan aqiqah.

Sebagian ulama menyatakan hukum aqiqah wajib dilaksanakan. Sementara beberapa ulama lainnya menyatakan hukum aqiqah yakni sunnah muakaddah (sangat utama).

Aqiqah dalam Islam bersifat wajib, menurut beberapa ulama karena orang tua menjadi pihak yang bertanggung jawab atas nafkah sang anak. Rasulullah SAW bersabda anak yang terlahir tergadaikan dengan aqiqahnya. Aqiqah yang disembelih pada hari ketujuh dari hari kelahirannya, dan dicukur rambutnya, serta diberi nama. (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Sedangkan, hukum aqiqah sunnah muakkaddah menurut pendapat ulama Imam Syafi’i berdasarkan hadis berikut, barang siapa di antara kamu ingin bersedekah buat anaknya, bolehlah ia berbuat. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai).

Selanjutnya, ulama Abu Hanifah memiliki pendapat bahwa aqiqah tidak wajib dan tidak sunnah. Namun, termasuk dalam ibadah yang bersifat sukarela. 

Pendapat ini berdasarkan pada hadis berikut, Aku tidak suka sembelih-sembelihan (akikah). Akan tetapi, barang siapa dianugerahi seorang ank, lalu dia hendak menyembelih hewan untuk anaknya itu, dia dipersilakan melakukannya. (HR. Al Baihaqi).

Bolehkah Aqiqah digabung Qurban?

aqiqah dan qurban bisakah digabung

Terdapat beberapa pendapat ulama mengenai pelaksanaan aqiqah dalam Islam dan qurban. Berikut penjelasan selengkapnya.

Pendapat pertama

Mazhab Mazhab Hanbali, Mazhab Hanafi, dan beberapa ulama yakni Hasan Basri, Ibnu Sirin, dan Qatadah, berpendapat jika qurban bertepatan dengan waktu aqiqah, cukup melakukan aqiqah.

Al-Hasan al-Bashri berpendapat bahwa jika ingin mensyukuri seorang anak dengan qurban, maka bisa melakukan aqiqah.

Dalam kitab Mushonnah Ibnu Abi Syaibah, Hisyam dan Ibnu Sirin mengatakan bahwa tetap dianggap sah jika qurban digabung aqiqah.

Pendapat kedua

Sementara itu, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Maliki, serta salah satu riwayat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa aqiqah dan qurban tidak boleh digabung. Pasalnya, keduanya memiliki tujuan dan sebab yang berbeda.

Misalnya, dalam konteks pembayaran dam pada haji tammattu’ dan fidyah yang tidak bisa saling mencukupi dan harus dilaksanakan terpisah. 

Melihat konteks tersebut, tidak semua jenis ibadah dapat digabung pelaksanaannya dalam dua niat sekalipun, seperti qurban dan aqiqah.

Qurban bertujuan sebagai tebusan untuk diri sendiri, sedangkan aqiqah merupakan bentuk tebusan untuk anak yang terlahir di dunia. Jika digabung, maka tujuannya menjadi tidak jelas.

Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah menegaskan hal ini, “Akikah dilaksanakan untuk mensyukuri nikmat kelahiran seorang anak, sedangkan kurban mensyukuri nikmat hidup dan dilaksanakan pada hari An Nahr (Idul Adha).”

Selanjutnya, seorang ulama Syafi’iyah, al- Haitami, berpendapat jika seseorang berniat satu kambing untuk qurban dan akikah sekaligus, keduanya sama-sama tidak dianggap. Pendapat ini dianggap lebih tepat karena maksud dari qurban dan aqiqah dalam Islam itu berbeda. 

Manakah pendapat ulama yang lebih kuat?

Pendapat ulama yang kuat yakni tidak membolehkan pelaksanaan aqiqah dan qurban yang digabung. 

Namun, bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk menyembelih hewan, jika waktu aqiqah hari ke-7, ke-14, atau ke-21 kelahiran sang bayi bertepatan dengan hari qurban, maka dapat meniatkan untuk dua pelaksanaan sekaligus. Pelaksanaan aqiqah sekaligus qurban.

Syekh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa wa Rosail Al Utsaimin berpendapat: Bagi yang memiliki kecukupan rezeki dan berada dalam posisi waktu bertepatan antara aqiqah dan qurban, dapat menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki. 

Selanjutnya, jika anak telah mencapai usia dewasa namun belum diakikahkan oleh orang tuanya, maka tidak wajib untuk mengakikahkan diri sendiri. Ini menurut pendapat ulama dari Mazhab Syafi’i dan Hanbali. 

Akikah merupakan tanggung jawab orang tua, atau mereka yang menganggung beban nafkah atas anak tersebut. Sehingga, ia dapat melakukan qurban tanpa memikirkan aqiqah untuk dirinya sendiri.

Sementara itu, beberapa ulama dari Hanbali berpendapat, boleh melakukan aqiqah kapan pun sesuai waktunya (hari ke-7, 14, dan 21). Bagi yang menggunakan pendapat ini, jika sudah mampu, maka dapat mengakikahkan diri sendiri. Dalam kitab Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, pendapat ini lemah dan tidak dianjurkan untuk diikuti.

Saat menginjak dewasa dan ingin melakukan aqiqah barengan qurban untuk diri sendiri, ulama berpendapat bahwa pelaksanaan tersebut lemah, dan tidak dianjurkan untuk dilakukan.

Syarat Aqiqah 

Berikut informasi mengenai syarat dan ketentuan aqiqah dalam Islam berdasarkan jumlah kambing yang harus dipenuhi.

Dari ‘Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing“, Hadis riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah.

Syarat Aqiqah Anak Laki-Laki dan Perempuan

  • Aqiqah untuk anak laki-laki yakni menyembelih dua ekor kambing;
  • Sementara aqiqah untuk anak perempuan yakni menyembelih satu ekor kambing.

Untuk jenis kelamin kambing aqiqah dalam Islam, menurut Jumhur Ulama, tidak disyariatkan kambing aqiqah harus jantan atau betina.

Nah, itu dia seputar Aqiqah dalam Islam yang mencakup pengertian, hukum dan syarat. Dalam memenuhi kebutuhan aqiqah sang buah hati, Balibul Aqiqah Malang siap membantu Anda melaksanakan syariat Aqiqah secara Syar’i dan Higienis.

Anda dapat langsung menghubungi kami melalui Whatsapp di nomor 0851 0006 0020.  Kantor kami beralamat di Jl. Parangtritis 11A, Samaan, Klojen, jam kerja buka setiap hari 07.00 – 20.00 WIB.

Menu masakan aqiqah lezat dapat diantar hingga ke rumah. Hubungi kami sekarang.